Berkunjung ke toko buku jaringan, jika kita mendekati pegawai toko, untuk bertanya, “boleh bertemu dan bicara dengan Pak/Bu bos besar?” mungkin si pegawai bakal langsung menatap kita aneh. Bertemu manajer toko saja belum tentu bisa, ini lagi mau ketemu bos besar. Untungnya situs ini memetakan toko-toko buku yang memungkinkan jawaban dari pertanyaan tadi, “wah, kebetulan saya sendiri pemiliknya, gimana gimana? Mau ngobrolin apa?”
Di suatu akhir pekan bulan Ramadan ini, terima kasih banget untuk Mas Harri Gieb, pemilik, pengelola dan penjaga Toko Balzac (Pasar Gembrong Baru, Jakarta), sudah menyempatkan waktu dan tempat untuk berbagi cerita.

Tintin, Asterix & Khalil Gibran
“Dulu ibuku kerja di persewaan komik, punyanya dosen UNS (di Solo), nah ya udah dari situ, aku jadi puas banget baca komik-komik, aku jadi kenal Tintin, Asterix dan banyak komik Eropa lain,” begitu jawaban Mas Harri ketika aku tanya kapan awal mula dia berkenalan dengan buku. “Kan biasanya beberapa pembaca, jadi suka baca buku gara-gara orang tua mereka memang suka baca dan koleksi buku, nah kalau aku enggak gitu.” Namun, kehadiran komik-komik di dekat Harri cilik itu membuatnya merasa tak terlalu asing dengan aktivitas membaca. Waktu SMP, dia gandrung dengan majalah Hai, lalu pas SMA, dia jatuh hati dengan puisi-puisi Khalil Gibran, “nah panggilan Gieb-ku gara-gara itu, aku selalu ke mana-mana bawa buku Khalil Gibran yang ukuran saku itu lho, praktis bisa dikantongin. Makanya itu juga jadi pembeda kawan lama dan baru-baru kenal, kawan lama manggil Gieb, kalau baru pasti Harri.”
Setelah SMA, Mas Harri melanjutkan studi S1 di salah satu universitas negeri di Malang, di universitas ini dia aktif ikut Pers Mahasiswa kampus, “dari situ jadi ada akses ke banyak penerbit yang kerja sama buat bikin acara bedah buku, terutama buku-buku progresif. Seminggu sekali aku keliling kampus buat gelar tikar terus buka lapak deh buat jual buku-buku berbagai penerbit itu. Ya makanya, kebanyakan bacaanku memang buku-buku non-fiksi, kelihatan juga dari kebanyakan buku-buku di sini kan.” Semangat progresif yang begitu membara di era itu (2-3 tahun setelah ’98), memicu salah satu teman Mas Harri berani mengkritisi habis-habisan salah satu dosen pengujinya di seminar hasil skripsinya, alhasil untuk bisa sekadar sidang final (kompre) malah jadi macet nan alot karena dosen ogah menemui Mas Harri, harus mentok dulu 14 semester barulah si dosen luluh hatinya supaya Harri si mahasiswa nyaris-abadi itu bisa lulus.

Pemberi Nyawa Kedua
“Setelah lulus kuliah, aku dapat pekerjaan pertamaku di Jakarta, jadi copywriter majalah beberapa bank yang diperuntukkan khusus para nasabah prioritas mereka,” lalu di tengah kesibukan pekerjaan itu, seiring perkembangan internet dan menjamurnya berbagai media sosial termasuk Goodreads, Mas Harri pun iseng ikut kegiatan komunitas Goodreads Indonesia. Di komunitas ini, tak disangka-sangka, banyak teman mulai meminta tolong Mas Harri untuk dicarikan buku lawas ina itu. Ternyata Mas Harri merasakan suatu kesenangan dan kepuasan tersendiri bisa menghubungkan teman pembaca dengan buku-buku lama, apalagi yang agak sulit ditemukan, “awalnya ya jual buku ke teman-teman sendiri seperti itu saja, masih sambil kerja full time di kantor. Belum kepikiran sama sekali punya toko buku fisik.” Baru di April 2019, saat diresmikan pembukaan JakBook, pasar buku murah di Pasar Kenari, Mas Harri menantang dirinya untuk buka toko buku fisik di sana. “Di Pasar Kenari, aku sempat kok bikin diskusi buku salah satu buku Marjin Kiri, C*bul-nya Hendri Yulius. Tapi sayang pengembangan dan pengelolaannya kurang bagus di sana, jadi aku cuma bertahan setahun, Agustus 2020 tutup.” Tempat kerja Mas Harri yang pivot menjadi Event Organizers tak lama sebelum pandemi, malah jadi berimbas dia kena PHK ketika toko masih di Pasar Kenari, alhasil sampai sekarang, dia mendedikasikan keseluruhan waktunya untuk Toko Balzac.
Agustus 2020, setelah menutup toko di Pasar Kenari, ia usung semua buku ke rumahnya, dari situ dia hanya mengandalkan penjualan online. “Pas waktu itu justru laris manis sih penjualan. Mungkin karena PSBB, orang-orang gak kemana-mana, ya udah semakin banyak yang belanja online kan, termasuk buku. Paling banyak waktu itu, terjual 1000 buku (satu tema), ke satu pembeli, pegawai Kementerian yang mau bikin perpustakaan pribadi di Semarang.” Gara-gara banyak buku terjual seperti itu, ketika membuka toko buku Balzac di Pasar Gembrong Baru, pertengahan 2021, awal mula stok buku tidak terlalu banyak. “Mulai mengisi lagi stok buku dengan membeli buku dari pedagang, bisa ton-ton-an, biasanya satu tema, tidak terlalu aku kurasi. Ada juga dari pedagang yang biasanya mendapatkan buku-buku dari penyiangan koleksi perpustakaan instansi-instansi pemerintah, atau kayak Kinokuniya ini yang menjual cuma-cuma stok lama buku-buku Harry Potter edisi Jepang.” Biasanya buku-buku dari penyiangan koleksi perpustakaan itu, Mas Harri bisa mendapatkan buku teramat langka. “Ada lho buku terbitan tahun 1912, kalau enggak salah dari koleksi perpustakaan salah satu Kementerian sih ini. Setiap menemukan buku-buku sangat langka seperti itu, aku merasa kok sayang ya kalau dijual begitu saja, yawes aku kepikiran buat mulai scan setiap buku-buku langka sebelum aku jual, biar paling enggak tersimpan secara digital, dan bisa berguna, diakses lebih banyak orang.” Hasil scan buku-buku langka itu bisa teman-teman akses di Catatan Nusantara.

“Biasanya teman-teman pedagang memang selalu mendapatkan informasi, kalau ada banyak koleksi buku yang bakal dileburkan. Jadi sebelum dileburkan itu, mereka ke sana semua pilih-pilih kira-kira mana yang bisa diangkut, berasa terlalu heroik sih ya kalau pakai kata diselamatkan. Yang pasti tidak bisa semua buku itu batal dileburkan. Ada terlalu banyak buku yang siap buat dileburkan kayak begitu.”
Di zaman serba sat-set, serba kudu baru ini, apakah ada pangsa untuk buku-buku bekas? Tentu saja dan semoga memang selalu ada, karena aku yakin, para pembaca dan pencinta buku paling terdepan untuk paham bahwa selain faktor harga (selama itu bukan buku terlalu langka dan banyak peminat), ada banyak buku yang tidak akan pernah cetak ulang lagi, entah karena penerbit sudah gulung tikar, faktor lain atau dari cetakan lama bisa mendapatkan kualitas terjemahan atau tulisan yang berbeda dan khas pada zamannya. Toko buku seperti Toko Balzac ini siap jadi tempat singgah teman-teman untuk memberi nyawa kedua, ketiga dst ke berbagai macam buku yang sudah berpindah ke banyak tangan. 😊

Rekomendasi Buku
Hal paling menyenangkan main ke toko buku non-jaringan, kita bisa mendapatkan rekomendasi buku dari penjaga atau pemilik toko langsung. Apalagi di toko buku semacam Toko Balzac ini, tempat ada seabrek buku cetakan dari zaman orba, reformasi, sampai ada satu kaki orba sudah mulai masuk lagi, meminta rekomendasi buku dari Mas Harri jadi bikin girang tak sabar menantikan bakal diperkenalkan dengan buku seperti apa ya. Dan… ta raaa, aku cukup kasih tahu bahwa salah satu genre kesukaanku adalah sci-fi dan non-fiksi, tema sains, inilah keempat buku yang Mas Harri rekomendasikan buatku. Apakah ada yang aku angkut pulang? Tentu saja ada… 😂
Semua foto di artikel ini hasil jepretan Wildan Fathurrohman. 🙏
Beberapa foto lain yang sayang banget kalau tidak aku pamerkan di sini juga, makasih banyak, Wildan! 🙂 Foto pertama, ada toko buku bekas lainnya pas samping Toko Balzac, namanya Arena, koleksi buku-buku bekasnya bisa kalian liat di akun toko ijo mereka ini.